Kasus Cyber Crime Tahun 2011-2016

UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN 2016 - 2017
Sistem Informasi Akuntansi #
 
1. Alexander Bagas  Saputra                (30114784)
2. Arip Nuraripin                                   (31114634)
3. Faiz Akbar Ramadhan                      (33114826)
4. Irvan Riyaya                                       (35114479)
5. Qirana Rizka R                                  (38114644)
6. Rangga Bijakkaloka                          (38114904)
7. Ridho                                                   (39114302)
8. Siti Mega Oriza                                  (38114904)
9. Suci D. Putri                                       (3A114472)
10. Wachid Yuliarman                           (3C114109)

Mabes Polri Bekuk Pelaku Penipuan Jual Beli Online

- Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan.
Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010.
"Rabu dua minggu lalu di Medan sudah tertangkap satu orang anggotanya oleh tim kita sendiri, tim Cyber sini (Mabes). Namanya yang ditangkap, Christianto alias Craig," ujar Sulistyo saat dihubungi, Selasa (1/3/2011).
Sementara, dua pelaku utama yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika Nusandra alias Dodi.
"Dua itu pelaku utamanya. Alat bukti berupa buku tabungan BCA sudah disita dari para pelaku. Waktu itu kita sudah geledah rumah dari 2 DPO itu," jelasnya.
Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di toko online milik Craig dan Dodi, www.tunggalika nusandra dan nexianexpres pada Maret 2010.
Setelah memesan, Craig sempat mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp 200 juta ke nomor rekening toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa dihubungi kembali.
Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010 setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar. "Sementara korbannya kebanyakan warga di Qatar. Satu orang ada yang tertipu Rp 200 juta untuk DP pembelian kertas. Itu baru sementara. Seperti penipuan yang di Bali. Kalau pelaku utamanya tertangkap, biasanya banyak korban yang melapor. Jadi bisa saja jumlah kerugiannya banyak," tuntasnya.

      Pada tahun 2011 Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan. Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010. Sementara, dua pelaku utama yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika Nusandra alias Dodi. Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di toko online milik Craig dan Dodi pada Maret 2010. Setelah memesan, Craig sempat mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp. 200 juta ke nomor rekening toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa dihubungi kembali. Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010 setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar. (www.tribunews.com, Jakarta)
·     Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat. "FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy. Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang. Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan dalan website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia. Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembawaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo. "Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy. Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD. Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 junto Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.
BEBERAPA KASUS YANG TELAH TERTANGKAP DALAM PENIPUAN JUAL BELI BARANG ONLINE
Penipuan Jual Beli Barang Online di Indonesia begitu marak. Akan tetapi kasus yang terungkap tidaklah begitu banyak. Hal ini tejadi karena beberapa hal yaitu:
Korban Penipuan Jual Beli Barang Online lebih banyak tidak melaporkan kepada pihak berwajib.
Tidak adanya Barang Bukti Untuk Pelaku Penipuan Jual Beli Barang Online karena tidak ada lapaoran dari Korban.
Kesulitan jika website tersebut pemiliknya berada di luar wilayah yurisdiksi Indonesia.
Pihak Berwajib telah berhasil melacak sebuah IP address terduga pelaku, akan tetapi tidak semuda itu untuk mengetahui identitas dan posisi pelaku.
Cara Melaporkan Penipuan Jual Beli Online
Jika Ingin melamporkan penipuan transaksi online yang anda alami. Dengan caranya:
Catat semua data si penjual tersebut, nomor telpon, alamat, foto dll.
Copy semua bukti seperti transaksi dan lainnya.
Laporkan dan berikan semua bukti tersebut ke kepolisian yang terdekat atau bisa kunjungi link ini http://www.reskrimum.metro.polri.go.id
Contoh Kasus yang telah tertangkap dalam Penipuan Jual Beli Barang Online
Pada tahun 2011 Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan. Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010. Sementara, dua pelaku utama yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk
dalam Daftar Pencarian Orang (DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika Nusandra alias Dodi. Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di toko online milik Craig dan Dodi pada Maret 2010. Setelah memesan, Craig sempat mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp. 200 juta ke nomor rekening toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa dihubungi kembali. Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010 setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar.
Seorang warga negara Indonesia diduga terlibat kasus penipuan terhadap seorang warga negara Amerika Serikat melalui penjualan online. Kasus ini terungkap setelah Markas Besar Kepolisian mendapat laporan dari Biro Penyelidik Amerika Serikat. "FBI menginformasikan tentang adanya penipuan terhadap seorang warga negara Amerika yang berinisial JJ, yang diduga dilakukan oleh seorang yang berasal dari Indonesia," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat, Brigjen Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri, Kamis 11 Oktober 2012. Boy mengatakan seorang warga Indonesia itu menggunakan nama HB untuk membeli sebuah alat elektronik melalui pembelian online. "Jadi ini transaksi melalui online, tetapi lintas negara. Jadi transaksinya dengan pedagang yang ada di luar negeri, khususnya Amerika," kata Boy. Dalam kasus ini, kata Boy, Mabes Polri telah menetapkan satu tersangka berinisial MWR. Dia memanfaatkan website www.audiogone.com yang memuat iklan penjualan barang. Kemudian, kata Boy, MWR menghubungi JJ melalui email untuk membeli barang yang ditawarkan dalan website itu. "Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk melakukan transakasi jual beli online. Pembayaran dilakukan dengan cara transfer dana menggunakan kartu kredit di salah satu bank Amerika," kata dia. Setelah MWR mengirimkan barang bukti pembayaran melalui kartu kredit, maka barang yang dipesan MWR dikirimkan oleh JJ ke Indonesia. Kemudian, pada saat JJ melakukan klaim pembawaran di Citibank Amerika, tapi pihak bank tidak dapat mencairkan pembayaran karena nomor kartu kredit yang digunakan tersangka bukan milik MWR atau Haryo Brahmastyo. "Jadi korban JJ merasa tertipu, dan dirugikan oleh tersangka MWR," kata Boy. Dari hasil penyelidikan, MWR menggunakan identitas palsu yaitu menggunakan KTP dan NPWP orang lain. Sementara barang bukti yang disita adalah laptop, PC, lima handphone, KTP, NPWP, beberapa kartu kredit, paspor, alat scanner, dan rekening salah satu bank atas nama MWRSD. Atas perbuatannya, tersangka dikenai Pasal 378 atau Pasal 45 ayat 2 junto Pasal 28 Undang-Undang nomor 11 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Selain itu, polri juga menerapkan Pasal 3 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. Selain itu, juga dikenakan pasal pemalsuan yaitu Pasal 378 dan beberapa pasal tambahan Pasal 4 ayat 5, dan pasal 5 UU no 8 tahun 2010.
Situs dan akun twitter kelompok hacker lizard squad dijebol
Serangkaian aksi serangan cyber yang dilakukan kelompok hacker Lizard Squad beberapa waktu belakangan membuat geram banyak pihak. Namun kini mereka mulai kena batunya.
Menurut yang dilansir laman Mirror, Jumat (30/1/2015), situs resmi Lizard Squad yang beralamatkan di lizardpatrol.com sudah tidak dapat diakses. Situs tersebut telah dalam kondisi non-aktif alias offline. Sejauh ini kelompok hacker Anonymous mengklaim bahwa offline-nya situs milik Lizard Squad adalah hasil kerja mereka. "Situs Lizard Squad telah dibersihkan dan dalam keadaan offline: Lizardpatrol.com. Kami menang," kicau akun Twitter @AnonymousUK2015.
Selain situs resmi, akun Twitter Lizard Squad (@LizardMafia) juga sudah diblokir. Pihak Twitter mengkonfirmasi perihal pemblokiran tersebut dan menyatakan bahwa akun @LizardMafia diadukan oleh banyak pengguna lain karena dianggap sangat meresahkan. Maka dari itu, Twitter bertindak tegas dengan memblokir akun @LizardMafia. Nama kelompok hakcer Lizard Squad sendiri dalam tempo beberapa bulan terakhir ini memang telah menjadi momok yang menakutkan di dunia maya.
Reputasi mereka sebagai kelompok peretas jempolan dimulai ketika pada akhir tahun 2014 kemarin, tepatnya pada malam perayaan Natal. Saat itu Lizard Squad mengklaim bahwa merekalah pihak yang bertanggung jawab atas tumbangnya dua layanan berbasis internet di ranah industri game, yakni PlayStation Network (PSN) dan Xbox Live.
Tak selang berapa lama, mereka pun meretas situs resmi maskapai penerbangan Malaysian Airlanes dengan men-deface (mengubah tampilan) laman situs. Lalu yang paling membuat heboh, enam (6) jejaring sosial kenamaan dibuat luluh lantak oleh oleh Lizard Squad. Keenamnya adalah Facebook, Instagram, MySpace, AOL Instant Messenger, Tinder dan Hipchat.
Mereka juga sempat meretas akun Twitter milik penyanyi populer Taylor Swift dan mengancam akan menyebarkan foto bugilnya di dunia maya.

Otak Pembobol Kartu Kredit Rp 80 M itu Eks Pegawai Bank & Residivis
E Mei Amelia R - detikNews


Jakarta - Aparat Reserse Mobile/Tanah Bangunan (Resmob/Tahbang) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap pembobolan kartu kredit senilai Rp 80 miliar lebih. Kejahatan tersebut diotaki oleh mantan pegawai bank swasta bernama Yudi Dwilianto (42).

"Yudi merupakan mantan pegawai bank yang pernah bekerja selama satu tahun di salah satu bank swasta, tapi kemudian diberhentikan pada 2009," kata Kepala Subdit Resmob/Tahbang Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kompol Herry Heryawan kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Kamis (29/9/2011).

Herry mengungkapkan, Yudi yang pernah menjabat sebagai investigator kartu kredit di bank swasta itu mengetahui celah-celah yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan kejahatannya.

"Yudi mengetahui bagaimana cara mengambil identitas pada mesin EDC (electronic data chapter)," kata Herry.

Dengan kepiawaiannya dalam mengkloning data pada T.ID (terminal identity) dan M.ID (merchant identity), Yudi bekerjasama dengan komplotan penjahat kartu kredit. Salah satu rekannya adalah residivis kasus yang sama yakni Ranan Pasca Lolong (33).

"Yudi ini pernah terlibat kasus sama pada 2010. Saat itu, dia membobol kartu kredit bank swasta senilai Rp 70 miliar," kata Herry.

Sementara Ranan juga tercatat pernah melakukan kejahatan di negara lain. Ia pernah menjadi DPO 3 negara di Asia.

"R ini residivis, pernah ditahan di Singapura selama 3 tahun. Dia DPO 3 negara yaitu Singapura, Malaysia dan Taiwan dalam kasus refund transaksi online," jelas Herry.

Dua kawanan ini kemudian bersindikat bersama 11 tersangka lainnya diantaranya Firmansyah, Harun Wijaya, Yayat Ahdiyat, Husen Ibrahim, M Zen Sani, Haris Mulyadi, Budi Hadiono alias Budi Zenos, Suparjo, Kusno alias Kusnandar dan Andi Rubian.

Para tersangka melakukan kejahatan dengan cara melakukan pencurian data T.ID dan M.ID mesin EDC yang terdapat di merchant SPBU di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dengan berpura-pura sebagai pegawai Bank Danamon, tersangka mengambil mesin EDC yang rusak, kartu ATM dan PIN-nya SPBU.

"Pelaku mengaku sebagai petugas bank dengan membawa surat tugas palsu," katanya.

Dalam kejahatannya itu, para tersangka berhasil mengeruk uang sebesar hampir Rp 1 miliar. "Bila dijumlahkan dengan kasus sebelumnya pada 2010 tersangka diperkirakan telah merugikan negara sebesar Rp 80 miliar," katanya.

Sementara itu, Ketua Tim Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Farida Peranginangin mengatakan pihaknya telah menerima laporan modus tersebut sejak 2010 lalu.

"Dan ini sudah di-follow up. Nah celah ini yang dimanfaatkan para pelaku, tentunya industri dan kami harus melihat bagaimana kasus ini bisa terjadi," kata Farida.

Dalam kesempatan itu, Farida juga mengimbau kepada merchant untuk lebih berhati-hati dalam menerima transaksi kartu kredit. Bila kartu kredit nasabah tidak bisa diakses dengan cara dip, patut dicurigai kartu tersebut bermasalah.

Kasus-kasus Cybercrime
Beberapa Kasus Cybercrime yang terjadi disepanjang tahun 2015 antara lain:
1.      Software Bajakan
Software bajakan memang cukup menggoda para pengguna perangkat PC karena harganya yang sangat murah, jauh di bawah banderol softwareasli berlisensi. Malah kini tak sedikit pula software bajakan yang bisa didapat secara cuma-cuma via internet. Namun dibalik itu semua softwarebajakan berdampak sangat buruk bagi sistem keamanan komputasi. Presiden Direktur Microsoft Indonesia, Andreas Diantoro menyatakan bahwa 100% software bajakan telah ditanami virus/malware yang sangat berbahaya bagi pengguna.
Di tahun 2014 saja, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik, termasuk Indonesia telah menghabiskan biaya mencapai US$ 230 miliar (sekitar Rp 2.600 triliun) untuk menyelesaikan berbagai masalah keamanan yang disebabkan oleh penggunaan software palsu.
Untuk menanggulangi kondisi tersebut, Microsoft Indonesia hari ini, Rabu (17/12/2014), bersama Polda Metro Jaya telah menandatangani MoU (Memorandum of Undestanding) terkait kerjasama memerangi peredaran dan penggunaan software bajakan. Proses penanggulangan peredaran dan penggunaan software bajakan ini berpayung hukum UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 yang baru saja disahkan pada 16 Oktober 2014 kemarin.
2.      Aksi Hacker Anonymous
Hacker Anonymous menjadi salah stau hacker paling disegani, bahkan sempat menjadi nominasi Tokoh Berpengaruh versi Majalah Times pada 2011. Anonymous mulai membentuk dirinya pada 2003, namun mereka mengaku bahwa mereka bukanlah kelompok tertentu. Mereka adalah semua Internet Citizens yang dipersatukan oleh sebuah nilai-nilai tertentu seperti mendukung kelompok marjinal. Mereka beraksi kembali  yaitu dengan
Ø  2 April 2015, melalui postingan video berdurasi 3 detik mereka menyatakan akan melakukan penyerangan besar-besaran untuk melemahkan israel
Ø  6 April 2015, membocorkan ribuan akun twitter yang berafiliasi dengan ISIS. Akun yang terafiliasi dengan ISIS sebanyak 46.000 dan terungkap oleh anonymous sebnayak 9.200 akun.
Ø  7 april 2015, membocorkan 150.000 nomer telepone, akun facebook, gmail dan hotmail dan menyerang situs milik parlemen israel, Bank Nasional, Pengadilan dan Departemen Pendidikan Israel.
Contoh Kasus Cyber Crime di Indonesia Tahun 2013

Sebanyak 2 pelaku kasus penipuan melalui internet kembali dibekuk Sub Direktorat Cyber Crime Polda Metro Jaya, Minggu 14 April lalu. Dengan modus memasang iklan gratis penyewaan alat berat di sebuah website, pelaku mencantumkan profil perusahaan PT Abhi Patra Mudawana beserta kontak yang terlihat serius untuk mengelabui korbannya.
"Blog yang cantumkan harga ini membuat percaya korban. Merasa tertarik, korban hubungi nomor yang pasang iklan. Setelah uang dikirim, dicek lagi oleh korban karena barang tidak juga ada," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto di Jakarta, Rabu (8/5/2013).
Dari penangkapan ini, Rikwanto menuturkan, ada 4 tersangka yang terlibat. Namun, 2 di antaranya masih dicari keberadaannya alias DPO. " 2 pelaku masih pencarian yaitu WU yang berperan pemberi masukan tentang teknik alat berat dan MD yang berperan sebagai penyedia dan pemilik tabungan atas nama perusahaan tersebut," ungkapnya.
Untuk diketahui, PT Abhipatra Mudawana dalam iklannya berpura-pura menyewakan dan menjual ekscavator, bulldozer, crane, berbagai jenis truk, dan segala peralatan mesin konstruksi dengan mencantumkan harga sewa ratusan ribu per jam.
Atas penipuan ini, korban yang bernama Bernardus Dwijoga Pradana Iswara mengalami kerugian hingga Rp 109 juta atas transaksi penyewaan crane yang telah ditransfernya ke rekening Bank Mandiri milik perusahaan ini.
Pelaku yang berhasil ditangkap kini mendekam di tahanan Polda Metro Jaya dan diancam Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 28 ayat 1 UU ITE tentang perbuatan merugikan konsumen dalam transaksi elektronik. Itulah berita yang dimuat oleh situs : http://news.liputan6.com/read/581676/polda-metro-ungkap-penipuan-online-sewa-alat-berat
Analisa Kasus : Kasus di tahun 2013 ini hampir mirip dengan kasus di tahun 2012 yaitu sama-sama kasus penipuan online dengan jeratan pasal28 Ayat (1) UU ITE No. 11 Tahun 2008.

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus-kasus cyber crime di Indonesia didominasi oleh kasus penipuan, baik penipuan lewat internet maupun telepon. Laporan yang diterima polisi bukan laporan korban penipuan, melainkan sebatas laporan adanya praktik penipuan.
Kepala Subdirektorat IV Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Audie Latuheru mengatakan, jumlah laporan penipuan itu mencapai 40 persen dari seluruh kasuscyber crime. "Dilanjutkan dengan kasus pencemaran nama baik sekitar 30 persen dan sisanya adalah kejahatan pencurian data (hacking) dan kejahatan cyber lainnya," katanya saat ditemui Kompas.com di kantor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Senin (15/4/2013) petang.
Menurut Audie, kasus pencemaran nama baik banyak terjadi karena maraknya penggunaan situs jejaring sosial. Namun, jumlahnya belum bisa menyaingi kasus penipuan yang marak terjadi.
Secara keseluruhan, kasus cyber crime di Indonesia mencapai jumlah sekitar 520 kasus di tahun 2011 dan 600 kasus di tahun 2012. Audie mengatakan, jumlah ini akan terus meningkat seiring meningkatnya laporan masyarakat.
Adapun jumlah kasus yang bisa diungkap tidak bisa didata dengan pasti. Audie mengatakan bahwa penangangan terhadap kasus-kasus kejahatan seperti ini masih terkendala masalah ruang. Ia mengatakan, dunia maya adalah dunia tanpa batas. Oleh karena itu, polisi memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk mengungkap kasus penipuan semacam ini.
"Penanganannya bisa cepat, sehari langsung tertangkap, bisa juga lama. Ada kasus yang dilaporkan dari tahun 2011, tetapi sampai tahun ini belum selesai. Semua tergantung kreativitas pelaku dalam menyembunyikan dirinya," kata dia.
Saat ini Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sedang menyelidiki penipuan lewat SMS. Jenis penipuan tersebut berupa penawaran tiket murah, memenangkan undian, pembayaran uang kontrak rumah, penawaran elektronik murah, dan sebagainya. Audie mengatakan, sebagian besar laporan yang diterima polisi bukan berupa laporan karena tertipu, melainkan laporan yang berisi informasi bahwa pelapor menerima SMS berbau penipuan tersebut.
"Masyarakat sekarang sudah mulai pintar. Kami hanya menerima laporan informasi saja, tanpa adanya kerugian dari pelapor," katanya.
Audie mengatakan, pada Februari 2013 tercatat ada satu laporan kerugian atas penipuan SMS undian dan penawaran tiket murah.

7 Kasus “Hacking” Paling Heboh di 2014
Seiring tahun berlalu, kasus hacking atau peretasan semakin sering terjadi. Kasus peretasan umumnya bertujuan untuk mengambil data-data tertentu yang dimiliki target. Tapi ada juga peretasan yang bertujuan menghancurkan data atau sistem tertentu sehingga berdampak kerusakan digital.

Contoh kasus peretasan yang menimbulkan kerusakan digital, pertama kali terjadi di Arab Saudi serta Iran pada 2012 lalu. Saat itu komputer-komputer yang dipakai industri minyak diserang oleh malware perusak sistem.

Sementara itu kasus terbaru yang terjadi adalah peretasan Sony Pictures Entertainment yang memicu ketegangan antara Amerika Serikat dengan Korea Utara pada 2014 ini.

Namun Sony bukan satu-satunya. Sepanjang 2014 ini ada sejumlah peretasan menghebohkan yang terjadi. Berikut ini lansiran KompasTekno dari Wired, Senin (29/12/2014), tentang peretasan paling heboh yang pernah terjadi di dunia:

1. Peretasan Sony Pictures Entertainment

Peretasan terhadap Sony Pictures Entertainment terjadi pada 24 November 2014. Hari itu para karyawan perusahaan perfilman itu menemukan kejutan aneh: sebuah gambar tengkorak warna merah muncul di komputer-komputer mereka.

Bersama dengan itu, tampil jua pesan bahwa ada rahasia perusahaan yang akan dibocorkan. Email perusahaan pun ditutup, akses VPN bahkan Wifi dipadamkan seiring tim admin IT mereka berusaha memerangi penyusup itu.

Pesan hacker yang meretas Sony Pictures
Pesan hacker yang meretas Sony Pictures
Selanjutnya terjadi kehebohan besar. Kelompok peretas yang mengaku sebagai Guardian of Peace (GoP) pun menyebarkan lebih dari 40GB data rahasia perusahaan tersebut.
Di antara data yang bocor itu termasuk data medis karyawan, gaji, tinjauan kinerja, bayaran untuk para selebriti, nomor jaminan sosial, serta salinan beberapa film yang belum dirilis.

Ada dugaan bahwa peretasan ini masih akan berbuntut panjang. Para peretas mengklaim ada total 100 TB data yang berhasil mereka curi, termasuk seluruh database email. Data 40GB yang sudah dibocorkan, hanyalah bagian kecil dari itu.
Terkait peretasan ini, Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa pelakunya adalah Korea Utara. Namun tuduhan itu dibantah. Bahkan negeri komunis itu sempat menawarkan kerjasama untuk menyelidiki pelakunya.

PORTALKRIMINAL.COM - JAKARTA: - Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap kasus pembobolan dana nasabah sebuah bank. Modus pelaku yakni dengan mengakses rekening korban setelah mengubah kartu telepon genggam korban yang digunakan untuk m-Banking.


"Modus operandi yang dilakukan tersangka adalah dengan mengganti kartu telepon genggam korban sehingga bisa mengakses token korban yang dikirim ke dalam sistem perbankan di rekening milik korban," kata Kabid Himas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono dalam keterangan, Monggu (5/6/2016).

Dua orang tersangka yang ditangkap yakni PSS (38), dan GS (39). Keduanya ditangkap tanggal 20 Mei 2016 lalu.

Kedua tersangka ditangkap setelah penyidik Subdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menerima laporan dari korban bernama Rudi. Rudi kehilangan sejumlah uang di rekeningnya setelah dibobol kedua pelaku.

"Tersangka GS ini mendapatkan data nasabah dari pelaku lain yang masih dalam pengejaran. Satu data nasabah korban dibeli tersangka sebesar Rp 40 ribu," ujar Kombes Pol Awi.

Setelah mendapatkan data nasabah, tersangka GS kemudian membuat KTP palsu sesuai data-data korban dengan menggunakan foto tersangka PSS. KTP palsu itu kemudian digunakan oleh tersangka PSS untuk mendatangi gerai sebuah provider.

"Tersangka PSS mendatangi gerai untuk mengajukan penggantian terhadap kartu SIM korban," lanjut Kabid Humas.

Setelah kartu SIM korban diganti, tersangka GS kemudian menggunakan kartu SIM tersebut untuk menerima token yang dikirimkan dari sistem perbankan rekening milik korban.

"Tersangka PSS memperoleh imbalan Rp Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta dari tersangka GS," lanjut Kombes Pol Awi.

Dari kedua tersangka polisi menyita 11 lembar KTP palsu, selembar formulir perubahan layanan kartu, 1 buah SIM card baru, 2 buah SD card, 2 unit laptop, 16 buah handphone, 3 buah flashdisk, 1 buah hardisk, 26 kartu ATM dan 15 buah buku tabungan.

Terhadap keduanya dijerat dengan Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 85 UU RI No.3 tahun 2011 tentang Transfer dana dan atau pasal 3,4,5 UU RI No.8 tahun 2010 tentang TPPU.
Kepolisian China Ikut Tangani Kasus Cybercrime Warganya
Wartakan.Com, Jakarta - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya sudah mengatakan kepada kepolisian Tiongkok, terkait penangkapan puluhan warganya. Mereka diduga melakukan kejahatan cybercrime atau sibenertika, bermodus penipuan dan pemerasan terhadap warga sebangsanya di wilayah RI.

Kepala Subdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heyawan, menyampaikan jajarannya bersama kepolisian China mulai menganalisa barang bukti yg ditemukan, merupakan alat-alat komunikasi.

"Polisi Tiongkok telah berada di Indonesia. Kita mengajak mereka sama-sama menganalisa bukti yg kalian sita, alat komunikasi, dan buku panduannya," kata Herry di salah sesuatu lokasi penggrebekan ketika jumpa pers, Jalan Duta V, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).

Selain itu, kepolisian China juga mulai menyelidiki barang bukti yg ditemukan Tim Jatanras, buat mengetahui siapa korban-korban penipuan sindikat ini.
"Polisi China juga mulai mendata nama-nama korbannya bagi kemudian dicocokkan dengan warganya, apakah benar menjadi korban penipuan," imbuh Herry.
Menurut Herry, 27 warga China-Taiwan yg ditangkap pada Sabtu siang 23 Mei mulai diserahkan ke pihak imigrasi Jakarta Selatan, buat menjalani pemeriksaan terkait dokumen perjalanan mereka. 2 Orang lainnya ditahan Direktorat Narkotika Polda Metro Jaya, karena memiliki narkoba macam heroin, sabu, dan ekstasi.
"Dari 29 WNA yg kalian temukan, ada 27 orang yg kalian serahkan ke kantor Imigrasi Jakarta Selatan dan 2 yang lain yg membawa narkoba, kami serahkan ke Ditnarkotika buat kalian lanjutkan ke tahap penyidikan," tandas Herry.
Polisi Minta Imigrasi Bersinergi
Polisi meminta pihak imigrasi turut bersinergi memberantas sindikat kejahatan sibernetika yang berasal China-Taiwan, yg memanfaatkan wilayah RI sebagai tempat beroperasi. Dalam sebulan terakhir, polisi menggeledah 6 lokasi kejahatan sibernetika di kawasan mewah Jabodetabek.
Puluhan WN China-Taiwan dibekuk dari 4 tempat merupakan Cilandak, Pantai Indah Kapuk (PIK), Pondok Indah, dan Kemang Selatan. Sementara polisi tidak menemukan pelaku lainnya di kawasan Sentul dan Jalan Kemang V ketika penggeledahan, karena mereka kabur lebih dahulu.
"Pak Dir (Reskrimum) mengatakan seluruh stakeholder harus menciptakan sinergitas antarlembaga. Kejahatan internasional ini berproses dari hulu ke hilir. Langkah yg diambil polisi merupakan menangkap, cuma penindakan di hilir. Artinya, stakeholder yg bertugas di hulu harus mengupayakan tindakan preventif. Termasuk pihak imigrasi," ujar Herry.
Menurut Herry, pihak imigrasi bertugas melakukan upaya preventif dalam menangani tindak kejahatan yg dikerjakan WNA di wilayah RI. Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Kemigrasian disebutkan dua tugas dan wewenang pihak imigrasi, di antaranya 'pengaturan penjamin sebagai pihak yg bertanggungjawab atas keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di wilayah Indonesia'.
Pada butir selanjutnya disebutkan juga 'perluasan perspektif pengawasan keimigrasian merupakan pengawasan yg berbasis data dan informasi, pengawasan lapangan yg menyertakan tim pengawasan dari badan atau instansi pemerintah terkait, serta penguatan fungsi intelijen keimigrasian'.
Polisi kembali mengungkap sindikat kejahatan cybercrime jaringan China-Taiwan di sebuah rumah mewah, Jalan Duta V, Pondok Indah, Jakarta Selatan. 29 Penghuni yg berkewarganegaraan Tiongkok, terdiri dari 17 pria dan 12 wanita diamankan.
Kasubdit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan sebelumnya mengatakan, penggrebekan kali ini adalah hasil pengembangan dari penggrebekam di Pantai Indah Kapuk (PIK) pada 12 Mei lalu.
Herry menjelaskan, kejahatan sibernetika yg dilalukan sindikat ini sama dengan sindikat Tiongkok yg ditangkap sebelumnya, merupakan melakukan penipuan dengan memanfaatkan teknologi internet, tepatnya Voice of Internet Protocol (VoIP) terhadap warganya sendiri di daratan Tiongkok.
Polisi menemukan puluhan laptop, telepon, dan modem di lantai dasar rumah bertingkat 2 tersebut. Barang bukti kejahatan ini sama dengan penggerebekan di PIK dan Cilandak. Mereka membuat menara pemancar sinyal di genteng rumah.
Selain itu, polisi juga menemukan narkotika macam sabu yg disimpan dalam plastik klip kecil, 4 butir ekstasi, dan uang tunai Rp 365 juta, serta dokumen perjalanan para tersangka ketika menyisir segala sudut rumah.

Komentar